BAGAIMANA
BERFIKIR FILSAFAT
Berfikir
filsafat dmulai dan ketidaktahuan, ketidakmengertian, keraguan, kebingungan,
atau hal lain, yang menyebabkan orang tergugah untuk bertanya tentang
keberadaan sesuatu, atau tentang suatu kejadian, atau bertanya tentang apa yang
sebenar-benarnya benar dalam hidup atau dalam keberadaan dunia ini. Misalnya
orang tertarik memikirkan apa yang dilihatnya tentang sebutan manusia sendiri.
Ada orang yang mergukan tentang sebutan manusia untuk makhluk yang diri orang
itu sendiri termasuk. Kalau dilihat dari apa yang tampak dapat dikatakan bahwa
antara manusia yang satu dan yang lain tidak ada yang sama. Mengapa semuanya
disebut manusia. Jawabanya tentu saja tidak dapat ditunjukan secara kasatmata,
tetapi harus dicari dibalik yang kasatmata ini. Misalnya ada yang menjawab
bahwa yang menyebabkan kita disebut manusia karena manusia dapat berfikir,
kemampuan yang tidak dipunyai makhluk hidup yang lai. Namun jawaban yang
diperoleh tidak terlalu seperti itu, mungkin ada jawaban yang lain, misalnya
disebut mausia karena kepemilikan moral, atau makhluk yang paling pandai,
paling terampil, dan masih banyak lagi jawaban yang dapat diberikan.
Persoalan
lain yang dipikirkan manusia misalnya tentang asal mula sesuatu. Orang mungkin
bertanya, misalnya dari mana manusia itu berasal. Kalau dijawab dari orang
tuanya, lalu orang tua dari mana? Dari kakek-nenek. Kakek-nenek dari mana dan
seterusnya. Orang tersebut mungkin belum puas kalau belum menemukan jawaban
yang terakhir. Demikian juga kalau dijwab dari ajaran agama semua manusia
berasal dari mana? Kalau dijawab dari Tuhan, Tuhan dari mana dan seterusnya sampai tidak dapat ditanyakan
lagi.
Contoh
ain tentang apa yang mendorong manusia belajar, bekerja dan melakukan berbagai
kegiatan yang lain. Penjelasan para psikolog secara umum adalah manusia berbuat
karena adanya kemauan dan kemauan itu timbul karena ada kebutuhan. Kebutuhan
muncul karena adanya dorongan (Drive) dan dorongan timbul karena nafsu.
Sedangkan nafsu ada pada manusia karena keturunan melalui proses genetika.
Sigmund Freud, tokoh yang mendapat predikat psikolog, psikiater, sosiolog dan
juga filosof berpendapat bahwa “segala perbuatan manusia itu pada hakikatnya
adalah upaya memenuhi kebutuhan, dorongan, dan nafsu seksual.”
Pandangan
Freud tentang hakikat perbuatan manusia hanya salah satu pendapat, dan masih
banyak pendapat lain yang berbeda. Namun semuanya menginginkan sesuatu yang
hakiki, sehingga kalau ada permasalahan akan mudah dipecahkan apabila sudah
ditemukan hakikat dari pokok masalah yang dihadapi.
Pengaruh
Teknologi Tehadap Keberadaan Filsafat
Sekarang
ini, kehidupan manusia tidak bisa lepas dari perkembangan dan hasil teknologi.
Teknologi dapat diartikan sebagai penerapan ilmu, seperti teknologi biologi
antara lain untuk bidang kedokteran, farmasi, pertanian, dan sebagainya. Namun di
sini, teknologi diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan denagan temuan-temuan
yang berupa peralatan yang membantu manusia utnuk memperlancar dan meningkatkan
mutu hidupnya, misalnya alat-alat elektronik yang dipakai dalam rumah tangga,
bermacam-macam alat transportasi, alat pembantu pendidikan, komputer, alat
komunikasi, dan sebagainya. Temuan dan perkembangan produk-produk teknologi
merupakan hasil penerapan berbagai ilmu yang berkembang sebelumnya. Namun kalau
sudah sampai pada permanfaatanya akan bertemu dengan permasalahan filosofis.
Misalnya dengan kecanggihan teknologi dimungkinkan apa yang dulu banyak
dikerjakan oleh manusia telah diambil alih oleh berbagai alat yang memang akan
lebih efektif dan efisien. Akibatnya kalau dulu dan untuk banyak urusan manusia
harus berkomunikasi dengan manusia lain, sekarang cukup berhubungan dengan
benda-benda mati berupa alat.
Hal
seperti ini menimbulkan pertanyaan masih berdayakah filsafat memengaruhi pemanfaatan
hasil teknologi? Misalnya menyangkut penting tidaknya manusia bertemu manusia
lain untuk mempertahankan dan mengebangkan kemanusiaanya. Artinya ada yang
mengkhawatirkan kemanusiaan manusia akan berkurang atau hilang akibat tidak
bertemunya manusia yang satu dengan manusia lain, terutama dalam kegiatan
pendidikan dan pembelajaran. Atau mungkin dijawab sudah tidak perlu unsur
kemanusiaan dalam kehidupan manusia?
Kasus
di berbagai negara yang maju teknologinya adalah banyaknya orang yang bosan
denga teknologi dan memilih hidup yang dianggap lebih natural. Mereka menjadi
“gelandangan” yang bukan akibat kemiskinan harta, tetapi akibat kemiskinan
nilai kemanusiaan dan inilah yang suatu waktu disebut kelompok hippie. Masih
perlukah manusia bertemu dengan manusia lain dengan hiasan senyum, keramahan,
sopan santun, sikap saling menghormati, dan sebaginya. Ataukah yang penting
semua urusan selesai dengan cepat, praktis dan hasilnya memuaskan? Dua
pertanyaan terakhir ini tidak dapat dijwab dengan krieria ilmiah dan teknologi.
Jawabanya bergantung pada sudut pandang yang dipakai untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Dan ini adalah persoalan filsafat. Pandangan filosofis manusia dapat
berubah karena perkembangan teknologi.
Dengan
perkembangan teknologi, mungkin saja orang yang semula mengikuti paham
idealistis berubah menjadi berpandangan pragmatis. Perubahan bisa terjadi pada
seseirang atau mungkin pada waktu pergantian generasi. Orang yang semula
mempertahankan kesucian sebelum menikah mungkin saja akan berubah pendapatanya
bahwa yang penting tidak akan ketahuan aibnya oleh orang lain. Dan orang itu
lalu menggunakan hasil teknologi yang berupa alat kontrasepsi.
No comments:
Post a Comment