Monday, June 8, 2015

BEBERAPA TUDUHAN DAN JAWABAN SEKITAR PENGUMPULAN AL-QUR’AN


Ada beberapa tuduhan (syubuhat) yang di lontarkan oleh beberapa orientalis tentang pengumulan Al-Qur’an yang kalo di kumpulkan ada 12 tuduhan. Karena terbatasnya ruangan penulis terpaksa hanya menyajikan 6 tuduhan tersebut.


Pertama

Tuduhan:
Pengumpulan Al-Qur’an tidaklah berdasarkan ijma’ para sahabt karena Abdullah ibn Mas’ud, slalh seorang dari sahabat yang mula-mula Islam, menolak penunjukan Zaid ibn Tsabit menjadi pengumpul Al-Qur’an. Menurut ibn Mas’ud, dia lebih dulu masuk  islam daripada Zaid, bahkan pada masa Zaid masih bermain-main dengan Anak-anak, dia sudah menerima tujuh puluh surat dari Rasulullah SAW.

Jawab:

Ibnu Mas’ud tidaklah bermasksud menolak pengumpulan Al-Qur’an dalam sebuah mushaf, atau berbeda pendapat tentang materi mushaf itu sender; tetapi dia hanya mengklaim lebih berhak menjadi pengumpul dibandingkan Zaid, karena dia lebih dahulu masuk Islam. Itupun dikatakanya dalam keadaan marah. Setelah kemarahan reda, dia mengakui tempatnya pemilihan Zaid untuk tugas tersebut. Bahkan dia menyesal dan malu. Ibnu Mas’ud menyatakan sebagaimana dikutip abu Wail: “Aku tidaklah lebih baik daripada mereka. Tidaklah Abu Bakar dan Utsman memilih Zaid kecuali karena beberapa kelebihan yang di milikinya untuk menyandang tugas mulia ini. Kelebihan itu di ungkap oleh Ash-Shidiq sendiri kepada Zaid:” Anda seorang pemuda yang Cerdas, kami percaya kepada anda, dan dulu anda adalah penulis Wahyu yang ditunjuk Rasulullah SAW. “ Ash-Shiddiq menyebutkan empat sifat yang harus dimiliki oleh orang yang melaksanakan tugas mulia itu: (1) pemuda, yang tentu saja memiliki sifat kuat, sabar dan tekun; (2) kecerdasan, yang merupakan kumpulan beberapa keutamaan; (3) amanah, sifat yang wajib dimiliki oleh siapa saja yang melaksanakan tugas seperti itu, dan (4) penulis Wahyu. Dengan demikian sempurnalah kepercayaan kepadanya”.
 
            Untuk menyempurnakan tugas itu Utsman menugaskan tiga orang diantara sahabat-sahabat yang terpercaya dan ter’alim untuk membantu Zaid, yaitu Abdullah ibn Zubair, Sa’ad ibn Ash (kedua-duanya disepakati status kesahabatanya) dan Abdullah ibn Harits (tidak disepakati status kesahabatanya, tetapi paling kurang dia adalah tabi’in senior).

            Hal itu tidak berarti Zaid ibn Tsabit lebih utama daripada Abdullah ibn Mas’ud, Abu Bakar, Utsman dan Ali, tetapi hanya menunjukan Zaid ibn Tsabit memeang pantas menyandang tugas.

Kedua

Tuduhan:
Tidaklah seluruh ayat-ayat Al-Qur’an mutawatir, karena Zaid ibn Tsabit pernah mengatakan bahwa waktu pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar, dia tidak menemukan Akhir surat At-Taubah kecuali pada Abu Khuzaimah Al-Anshari, dan pada masa Utsman tidak menemukan satu ayat Al-Ahzhab kecuali pada Khuzaimah Al-Anshari. Hal itu berate Zaid mendasarkan pengumpulan Al-Qur’an kepada riwayat Al-Qur’an kepada beberapa riwayat Ahad, bukan mutawtir seperti yang diklaim oleh kaum muslimin seluruhnya.

Jawaban:

Pernyataan Zaid diatas tidaklah bertentangan dengan kemutawatiran Al-Qur’an, karena pengumpulan Al-Qur’an didasarkan kepada hafalan, sedangkan pengumpulan tulisan hanyalah untuk menambah nilai kepercayaan terhadap hafalan tersebut. Yang dimaksud Zaid tidak menemukan ayat tersebut tertulis, bukan tidak menghafalnya. Bukti bahwa Zaid hafal ayat-ayat tersebut adalah pernyataan dia sendiri: “Tidak ditemukan sebuah ayat Surat Al-Ahzhab yang pernah aku dengar Rasulullah membacanya”. Artinya dia hafal dan yakin bahwa itu adalah ayat-ayat Al-Qur’an, tetapi tidak menemukan tulisanya, oelh sebab itu dia mencarinya.

Jika dikatakan bahwa jawaban tersebut berlaku untuk kasus pertama, bagaimana dengan kasus kedua. Bukankah ayat surat Al-Ahzhab tersebut sudah tertulis pada mushaf yang ditulis pada masa Abu Bakar? Jawabanya : barangkali tulisan ayat tersebut sudah kabur, terhapus atau rusak dimakan zaman, oleh sebab itu dia berusaha mencari sumber tertulisnya yang kemudian dia temukan pada Khuzamah ibnu Tsabit Al-Anshari. Lagi pula yang jadi ukuran, bukanlah kemutawatiran tulisan (tawatur kitaby) tetapi kemutawatiran hafalan (tawatur hifzhy).

Ketiga

Tuduhan:
Al-Qur’an sudah di tambah dari aslinya,dengan alas an Abdullah ibn Mas’ud tidak menuliskan Al-Mau’izatain di dalam Mushafnya. Menurut dia Nabi SAW hanya menyuruh berlindung dengan dua mau’izah tersebut. Keduanya menurut ibnu Mas’ud bukanlah termasuk Kitabullah.

Jawaban:

Riwayat-riwayat yang menunjukan bahwa Ibnu Mas’ud menolak menuliskanya dalam mushafnya tidak shahih di nisbahkan kepada beliau. Demikianlah pendapat para Imam temasuk Imam Nawawi, Ibnu Hazim, Qadhi Abu Bakar dan lain-lain. Qadhi Abu Bakar mengatakan: “Tidak benar ibnu Mas’ud menolak ke-Qur’anan kedua surat tersebut. Dan tidak benar pula kalau beliau tidak menghafalnya. Cuma saja beliau menolak menuliskanya karenamenurut dia tidak dituliskan di dalam mushaf kecuali yang telah diperintahkan oleh Nabi SAW menuliskanya; padhal beliau tidak menemukanya tertulis dan Nabi tidak pula memerintahkan menulisanya.

Menurut Hafizh ibn Hajar riwayat tersebut sahih dari ibnu Mas’ud. Katanya : “ pendapat yang mengatakan bahwa riwayat tersebut kebohongan terhadap ibnu mas’ud tertolak. Menuduh Riwayat yang shahi tanpa alas an tidak dapt diterima. Riwayat-riwayat tersebut shahih, namun dapat ditakwilkan. Al-Qadhi mentawilkan dengan penolakan penulisanya”.

Kalau memang riwayat tersebut shahih, maka jawabanya adalah sebagai berikut:
  • Tidaklah mesti penolakan Ibnu Mas’ud menuliskan kedua surat tersebut berarti beliau tidak mengakui keduanya bagian dari Al-Qur’an, tetapi bisa juga karena pertimbangan umumnya masyarakat suadh menghafalnya. Dan boleh jadi beliau memaksudkan dengan kitabullah adalh Mushaf.
  • Riwayat-riwayat tersebut tergolong Ahad, sehingga tidak bisa menentang mutawatir.sebuah riwayat dinilai mutawatir bukan karena tidak ada yang menentangya, tetapi bila diriwayatkan oleh sejumlah orang yang secara akal mereka mustahil sepakat untuk berdusta. Dengan demikian dugaan Ibnu Mas’ud bahwa kedua surat tersebut bukanlah Al-Qur’an tidak dapat di jadikan alas an ketidak Qur’ananya.
  • Penolakan Ibnu Mas’ud itu terjadi sebelum beliau yakin, tetapi setelah beliau mengetahuinya dan meyakininya beliau kembali kepada pendapat jamaah. Bukti paling kuat yang menunjukan bahwa beliau kembali kepada pendapat jamaah adalh para Qura’ dan qiraah mereka berasal dari Ibnu Mas’ud sepakat menyatakan bahwa kedua surat tersebut termasuk Al-Qur’an.
Keempat
Tuduhan:
Ada beberapa dari Al-Qur’an yang tertulis oleh sebagian sahabat mereka tidak dituliskan di dalam Al-Qur’an. Buktinya sebagaimana yang diriwayatkan dari Ubayya ibn Ka’ab bahwa dia menuliskan di dalam mushafnya surat Al-Khala’ dan Surat Al-Haqad berupa do’a Qunut:

Jawaban:

Kita tidak dapat menerima bahwa kedua surat tersebut bagian dari Al-Qur’an, sekalipun kedua surat yang berupa do’a itu tertulis dalam mushaf Ubayya ibn Ka’ab, karena sebagaimana yang kita ketahui, tidak semua ditulis dalam mushaf para sahabat bersifat mutawatir; ada yang ahad, ada yang manasikh tilawah, ada tafsir, takwil dan ma’tsurat. Di antaranya do’a qunut yang dibaca oleh sebagian imam witir itu. Keberadaanya dalam mushaf sahabat tertentu, atau dibacanya di dalam shalat, tidak harus menunjukan bahwa dia bagian dari Al-Qur’an. Lagi pula bagi ahli sastra Arab akan dapat merasakan betapa jauhnya balaghah do’a tersebut di badingkan dengan balaghah Al-Qur’an.

Seklipun Ubayya misalnyamenganggap do’a yang ditulis dalam mushafnya itu memang bagian dari Al-Qur’an, maka riwayatnya tersebut tidak lebihdari riwayat ahad zhanni, sehingga tidak dapat dipertentangkan dengan riwayat mutawatir qath’i. Untuk dapat di tetapkan sebagai Al-Qur’an riwayat tersebut harus bersifat mutawatir.

Perlu juga diingat di sini bahwa semua riwayat ahad yang mengklaim penambahan atau pengurangan Al-Qur’an tidaklah dapat diterima. Al-Qur’an haruslah ditetapkan dengan riwayat yang mutawatir.

Kelima

Tuduhan:

Abu Bakar dan Utsman telah memalsukan sebagian ayat-ayat Al-Qur’an dan menghilangkan banyak ayat dan suratnya. Al-Qur’an yang diturunkan oleh Malaikat Jibril sebenarnya berjumlah 17.000 ayat. Keutamaan Ahlul Bait yang terdapat dalam surat Al-An’am dan Al-Ahzhab dihilangkan mereka berdua, sementara Surat Al-Wilayah dihilangkan sama sekali dari Al-Qur’an. Dan tuduhan-tuduhan lain sejenis yang dilontarkan sebagian penganut Syi’ah sebagaimana yang dikutip Al-Alusi.

Jawaban:

Tudhan seperti ini tidak mempunyai dasar sama sekali. Kalau semua tuduhan tanpa bukti dapat diterima tentu umat manusia tidak akan pernah dapat mengetahui kebenaran. Tuduhan yang seperti dilontarkan oleh penganut syiah yang ekstrim ditolak oleh kalangan Syi’ah yang masih punya akal sehat seperti At-Thabrasi yang mengatakan dalam Majma Al-Bayan: “Adapun tuduhan bahwa Al-Qur’an sebenarnya lebih banyak dari yang sekarang disepakati kebatilanya, sedangkan tuduhan bahwa terjadi pengurangan memang diriwayatkan dari sebagian kaum kami, tapi yang benartidaklah demikian”.

Kalau sekiranya memang terjadi penambahan dan pengurangan oleh Abu Bakar dan Utsman, kenapa Ali karamallahu wajhahu yang kemudian berkuasa, tidak meluruskanya, padahal semua wilayah islam waktu itu, kecuali Mesir atau Syam tunduk kepadanya. Waktu itu yang dibaca tetaplah mushaf yang ditulis pada masa Utsman.

Keenam

Tuduhan:
Telah tercecer dari Al-Qur’an apa yang seharusnya masuk, sebaliknya telah masuk apa yang sebenarnya bukanlah Al-Qur’an. Bukti-buktinya sebagai berikut:

  • Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “semoga Allah merahmati si Fullan yang telah mengingatkan aku ayat ini, yang telah aku mencecerkanyadari surat ini, dalam riwayat lain disebutkan “aku melupakanya”. Dalam hadits tersebut Nabi mengakui sendiri bahwa beliau telah mencecerkan atau melupakan beberpa bagian dari ayat-ayat.
  • Terdapat dalam surat Al-Ala : “Kami akan membacakan (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa. Kecuali kalau Allah mmenghendaki” ((Q.S Al-Ala 87:7). Istitsna yang terdapat pada ayat menunjukan bahwa Nabi dengan kehendak Allah bisa saja melupakan beberpa ayat, dan itu terjadi apabila dia tidak mendapatkan orang yang akan mengingatkanya.
  • Para Sahabat telah menghapus bebrapa bagian Al-Qur’an yang menurut mereka lebih baik dihapus, seperti ayat mut’ah, Ali ibn Abi Thalib telah menghapus keseluruhanya, sehingga dia memukul siapa saja yang membacanya. Begitu juga ayat do’a qunut (Allahumma inna nasta inuka…) yang ditulis oleh Ubayya ibn Ka’ab di dalam mushafnya tidak terdapat di mushaf sekarang.
  • Banyaknya ayat-ayat Al-Qur’an yang hanya bersumber dari hafalan para shabat, padahal sebagian dari mereka telah gugur dalam beberapa peperangan, sehingga Zaid ibn Tsabit hanya dapat mengumpulkan ayat-ayat yang di hafal oleh para sahabat yang masih hidup. Sedangkan yang tertulis di tulang-tulang dan media lain, ditulis tidak pakai aturan, lagipula sebagian telah hilang. Bila para Ulama mengatakan ada ayat-ayat yang secara lafzhi dinaskh, tetapi hukumnya tetap, suatu ungkapan yang aneh maka yang mereka maksud sebenarnya adalah media tulang tempat ayat tersebut ditulis telah hilang, dan yang tertinggal hanyalah pengertian ayat tesebut.
  • Untuk Bani Umayyah, Hajjaj memusnahkan semua mushaf yang ditulis di zaman Utsman kecuali satu mushaf yang kemudian ditambah dan dikuranginya sesuai dengan kepentingan Bani Ummayyah, sesudah itu menyalinya sebanyak enam naskah untuk dikirimkan ke propinsi-propinsi Islam pada waktu itu.
  • Ayat : “Tidaklah Muhammad itu kecuali seorang Rasul telah berlalu sebelumnya para rasul..” adalah kata-kata Abu Bakar yang di ucapkanya pada hari Tsaqifah. Begitu juga ayat : “Dan mereka menjadikan Maqam Ibrahim sebagi tempat shalat..” adalah ucapan Umar yang kemudian sewaktu pengumpulan AL-Qur’an dia di masukan ucapanya itu kedalam mushaf. 
 

Sumber : Buku Kuliah Ulumul Qur’an (Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., MA.)
ITIQAN PUBLISHING 2013

No comments:

Post a Comment

MERASA AMAN DARI SIKSA ALLAH سبحانه و تعالى DAN MEREMEHKAN DOSA

MERASA AMAN DARI SIKSA ALLAH سبحانه و تعالى DAN MEREMEHKAN DOSA Setiap dosa yang dilakukan oleh setiap hamba baik itu dosa kecil maup...