REVIEW PEMBERLAKUAN HUKUM PIDANA ISLAM DI INDONESIA
(Yang Ditulis Oleh; Marzuki UNY)
Pengertian Hukum Pidanan Islam
Istilah
hukum Islam dari tiga kata dasar, yaitu ‘hukum’,’pidana’, dan,’Islam’. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ‘hukum’ diartikan dengan (1) peraturan atau
adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa,
pemerintah, atau otorits; (2) undang-undang, peraturan, dsb. Untuk mengatur
pergaulan hidup masyarakat ; (3) patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa
(alam dsb.) yang tertetu; dan (4) keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh
hakim (dalam pengadilan); vonis (Tim Penyusun kamus, 1997: 360). Secara
sederhana hukum dapat dipahami sebagai peraturan-peraturan atau norma-norma
yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau
norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dala masyarakat maupun
peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakakn oleh
penguasa (M. Daud Ali, 1996: 38). Dalam ujudnya, hukum ada yang tertulis dalam
bentuk undang-undang seperti hukum modern (hukum Barat) dan ada yang tidak
tertulis seperti hukum adat dan hukum Islam. Kata yang kedua, yaitu ‘pidana’,
berarti kejahatan, (tentang pembunuhan, perampokan, korupsi, dan lain sebagainya);
kriminal (Tim Penyusun Kamus, 1997: 871). Adapun kata yang ketiga, yaitu
‘islam’, oleh Mahmud Syaltut didefinisikan sebagai agama Allah yang diamanatkan
kepada Nabi Muhammad Saw. Untuk mengajarkan dasar-dasar dan syariat ya dan juga
mendakwahkanya kepada semua manusia serta mengajak mereka untuk memeluknya
(Syaltut, 1966: 9). Dengan pengertian yang sederhana, Islam berarti agama Allah
yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Unutk disampaikan kepada umat manusia untuk
mencapai kesejahteraan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Dari
gabungan ketiga kata di atas muncul istilah hukum pidana Islam. Dengan memahami
arti dari ketiga kata itu, dapatlah dipahami bahwa hukum pidana Isla merupakan
seperangkat arti dari ketiga kata itu, dapatlah dipahami bahwa hukum pidana
Islam merupakan seerangkat norma atau peraturan yang bersumber dari Allah dan
Nabi Muhammad Saw. Untuk mengatur kejahatan manusia ditengah-tengah masyarakat.
Dengan kelimat yang lebih singkat, hukum pidana Islam dapat diartikan sebagai
hukum tentang kejahatan yang bersumber dari ajaran Islam. Hukum Pidana Islam
(HPI) dalam khazanah literatur Islam biasa disebut al-ahkam al-jinayyah, yang
mengatur pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh orang mukkalaf dan
hukuman-hukuman baginya (Khallaf, 1978: 32). Para ulama menggunakan istilah
Jinayah merupakan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Syara’ dan dapat
mengakibatkan hukuman had (Hukuman yang ada ketentuan nash-nya seperti hukuman
bagi pencuri, pembunuh, dll). Atau ta’zir (hukuman yang tidak ada ketentuan
nash-nya seperti pelanggaran lalu lintas, percobaan melakukan tindak pidana,
dll). Dalam arti sempit, jinayah merupakan perbuatan-perbuatan yang dilarang
oleh Syara’ dan dapat menimbulkan hukuman had, bukan ta’zir (A. Jazuli, 2000:
2). Istilah lain yang identik dengan jinayah adalah jarimah.
Konsep Pemberlakukan Hukum Pidana Islam
Tujuan
hukum Islam sejalan dengan tujuan hidup manusia serta potensi yang ada dalam
dirinya dan potensi yang datang dari luar dirinya, yakni kebahagiaan hidup baik
di dunia maupun di akhirat, atau dengan ungkapan yang singkat, untuk
kemaslahatan manusia. Tujuan ini dapat dicapai dengan cara mengambil segala hal
yang memiliki kemaslahatan dan menolak segala hal yang merusak dalam rangka
menuju keridoan Allah sesuai dengan prinsip tauhid. Menurut al-Syathibi, salah
satu pendukung Mazhab Maliki yang terkenal, kemaslahatan itu dapat terwujud
apabila terwujuda juga lima unsur pokok. Kelima unsur pokok itu adalah agama,
jiwa, keturunan, akal, dan harta (Bakri, 1996: 71).
Menurut
al-Syathibi, penetapan kelima pokok kebutuhan manusia di atas didasarkan pada
dalil-dalail al-Qur’an dan Hadis. Dalil-dalil tersebut berfungsi sebagai
al-qawaid al-kulliyyah (kaidah-kaidah umum) dalam menetapkan al-kulliyah
al-khamsah (lima Kebutuhan pokok). Ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan dasar
pada umumnya adalah ayat-ayat Makkiyah yang tidak dinasakh (dihapus hukumnya)
dan ayat-ayat Madaniyah yang mengukuhkan ayat-ayat Makkiyah. Di antara
ayat-ayat iu adalah yang berhubungan dengan kewajiban shalat, larangan membunuh
jiwa, larangan meminum minuman keras, larangan berzina, dan larangan memakan
harta orang lain dengan cara yang tidak benar. Dengan dasar ayat-ayat itulah,
maka al-Syathibi pada akhirnya berkesimpulan bahwa adanya lima kebuthan pokok manusia
tersebut menempati suatu yang qath’iy (niscaya) dalam arti dapat
dipertanggungjawabkan dan oleh karena itu dapat dijadikan sebagai dasar
menetapkan hukum (Djamil, 1997: 125-126).
No comments:
Post a Comment