Landasan Pembentukan Karakter dan Kepribadian
(PEMBENTUKAN AKHLAK)
Landasan
akhlak dalam kehidupan manusia menjadi sesuatu yang sangat penting dan
signifikan untuk diaktualisasikan dalam membangun totalitas kehidupan yang
lebih baik. Pentingnya akhlak, sebenarnya tidak lepas dari tujuan atau pandangan
hidupa dalam eksistensi hidupa kita di masa depan akan terus dilandasi dengan
pengalaman akhlak dalam setiap perbuatan dan tindakan yang kita lakukan. Hal ini
menjadi sangat penting, mengingat perjalanan hidup manusia tidak mungkin bisa lepas dari pengawasan dan
pantauan Tuhan setiap waktunya. Oleh karena itu, kita patut menjaga perbuatan
yang kita lakukan agar tidak keluar dari nilai-nilai keislaman dan tuntunan
yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Pembentukan
akhlak berperan penting dalam membentuk kepribadian bangsa, yang meliputi
taubat, muhasabah, ikhlas, ridha, zuhud, cinta Allah dan Rasul, dan lain
sebagainya. Pembentukan akhlak menjadi seseorang menuju jalan spiritual sangat
tepat dan layak setiap harinya. Mengingat kompleksitas persoalan saat ini telah
merongrong nilai-nilai moral umat manusia, berkaitan dengan problem kebangsaan
yang melanda bangsa ini.
Problem-problem
kebangsaan, seperti maraknya pembunuhan, pemerkosaan, merajalelanya korupsi,
penegakan hukum yang lemah, dan tentu saja musibah-musibah yang melanda bangsa
ini, semuanya tidak lepas dari kurangnya pemahaman umat manusia untuk kembali
kepada Allah yang sesungguhnya. Kesadaran dalam memahami ajaran akhlak tasawuf
merupakan langkah awal untuk memperbaiki diri (Muhasabah) atas segala tindakan
kita yang melenceng dari nilai-nilai keislaman. Tindakan kita yang keluar dari ajaran akhlak tasawuf, semestinya
dipikirkan ulang agar kita tidak terjebak dengan maraknya kapitalisme dan
hedonisme yang menjangkit ke seluruh elemen bangsa. Kita mesti melakukan
gerakan-gerakan progresif untuk meng-counter paham-paham yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai moral bangsa kita, salah satunya dengan mengamalkan
ajaran akhlak tasawuf dalam kehidupan nyata.
Akhlak
adalah dimensi yang berkaitan lansung dengan jalan spiritual atau tasawuf. Keduanya
tidak bisa dipisahkan dalam kerangka menuju peningkatan spiritual. Akhlak dipahami
sebagai konsep moral dalam isla dan dijadikan landasan dalam melakukan setiap
tindakan kita. Sementara tasawuf dipahami sebagai ilmu tentang filsafat hidup;
ilmu tentang bagaimana mengelola hati agara menjadi baik. Maka sangat jelas,
bahwa hubungan akhlak dan tasawuf sangat erat, terutama yang terkait dengan
akhalak bathini, semisal ihkalas dalam beribadah, tawakal, tawadhu,
sabar, dan lain sebagainya dalam upaya medekatkan diri kepada Allah Swt.
Ajaran
akhlak dalam kajian keislaman merupakan jalan menuju impruvisasi spiritual. Dalam
konteks pemahamananya, akhlak tasawuf memuat nilai-nilai religiusitas yang
bermanfaat untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah. Bagi yang
mampu mengamalkan ajaran yang terkandung dalam akhlak tasawuf, maka kematangan
dalam mendekatkan diri kepada Tuhan akan semakin meningkat. Dengan demikian,
pencapaian ma’rifatullah yang diidam-idamkan bisa dialtualisasikan dalam
konteks keidupan nyata. Ma’rifatullah sebagai maqam tertinggi dalam dimensi
tasawuf, tidak bisa dicapai dengan jalan yang mudah. Ia membutuhkan tahapan
demi tahapan yang mesti dilalui tahap awal pemahaman syariat yang lebih
menjajikan dan mampu diaplikasikan dalam kehidupan. Jika ini bisa dilalui
dengan baik, tahapan untuk menuju improvisasi spiritual akan semakin mudah.
Sebagai
jalan menuju improvisasi spiritual, aktualisasi akhlak tasawauf adalah untuk memberikan
tuntunan kepada kita tentang bagaimana hidup ini menjadi lebih baik dan
bermakna. Di samping itu, akan mampu melahirkan keluhuran moral berupa
kesalehan spiritual dan kesalehan sosial terhadap sesama manusia. Islam memegang
prinsip tawazun (keseimbangan) dalam membangun sebuah peradapan.
Penekanan
inti ajaran tasawuf sebagai jalan menuju spiritual adalah bagaimana seseorang
merasakan kehadiran Tuhan (ma’rifatullah), yang tidak saja bersifat teosentris
(melangit), tetapi juga antroposentris (membumi). Hal itu terwujud, apabila
seseorang mampu melakukan “revolusi spiritual”, lalu mengaplikasikannya dalam
kehidupan praktis-sosial dalam bentuk ritual dan kesalehan sosial.